Laman

Tempat Bersejarah dan wisata Di Berau

Tempat Bersejarah dan wisata Di Berau
Matahari hampir tenggelam di balik gunung di Kampung Long Ayap, hulu Sungai Segah, pedalaman Berau. Seorang perempuan mengenakan kain batik cokelat mandi di pinggir kali dalam terpaan sinar senja mentari di ufuk barat. Pelan-pelan cahayanya meredup di antara Perahu-perahu yang bersandar di “dermaga” kampung orang Punan dan Segai ini.

Kurang lebih 120 kilometer dari tempat itu, tepatnya di ibu kota Kabupaten Berau Tanjung Redeb yang terletak di tepian Sungai Berau, sang surya tengah kembali ke peraduannya–pertanda. Malam telah datang.
Malam adalah rezeki. Begitu kata para pedagang minuman dan makanan di tepian, yang mulai mengatur gerobak-gerobak dorongnya dan menjajakan dagangannya bagi anak muda sampai orang tua yang santai menikmati suasana tepian sungai.
Kegelapan malam tak mampu mengusir suasana tepian sungai yang kian ramai. Apalagi, di malam Mingu. Dari tempat itu, sesekali terlihat dermaga Museum Sambaliung dan tulisan Museum yang dibentuk dari bilah-bilah papan yang berada di seberang tepian sungai. Masa lalu kerajaan dan sejarah Berau terhampar di sana, juga di Museum Gunung Tabur. Saksi-saksi bisu itu akan menuturkan banyak hal tentang masa lampau.
Kabupaten Berau yang terletak di bagian utara Provinsi Kalimantan Timur, sejak abad XIII sudah memiliki pusat permukiman yang disebut Banua. Setiap Banua dipimpin oleh seorang kepala adat atau kepala suku sebagai pemimpin pemerintahan sekaligus pemimpin adat dan agama.
Memasuki abad XIV, semua banua yang ada di wilayah ini sepakat untuk mempersatukan wilayahnya di bawah pimpinan seorang raja. Maka berdirilah kerajaan Berau dengan Baddit Dipattung yang bergelar Aji Raden Surya Nata Kesuma dan istrinya bernama Baddit Kurindan yang bergelar Aji Permaisuri sebagai raja dan ratu Kerajaan Berau pertama.
Berau yang memiliki wilayah seluas 24.201 kilometer persegi dengan ibu kota Tanjung Redeb dan bisa dijangkau dari ibu kota Provinsi Kalimantan Timur Samarinda dengan jalan darat dalam waktu sekitar 12 jam ini, juga punya wisata kota yang cukup lengkap.
Para penggemar peninggalan bersejarah dapat menyusuri masa lalu kota dan kabupaten Berau dengan mengunjungi Keraton dan Museum Sambaliung yang menyimpan jejak-jejak bersejarah peninggalan kerajaan Sambaliung dengan rajanya yang terakhir Sultan M. Aminuddin (1920-1959). Tempat ini memiliki koleksi unik yang ada di halaman depan berupa dua tiang kayu ulin berukir aksara asli Suku Bugis yang dipercaya adalah merupakan peninggalan dari pengikut Raja Alam yang berasal dari turunan Bugis Wajo. Menurut penjaga museum, aksara itu berupa aturan-aturan jika rakyat melintasi keraton.
Berhadapan dengan Keraton Sambaliung, dibelah oleh Sungai Berau, membujur Keraton Gunung Tabur. Tempat yang bisa dijangkau dalam waktu sekitar 20 menit melalui jembatan Segah atau tiga menit jika memilih naik ketinting ini, dikenal sebagai menjadi Museum Batiwakkal. Di sini tersimpan sekitar 700 koleksi berharga berupa benda sejarah, keramik, benda arkeologis, etnografis, dan naskah. Museum ini dibangun pada 1990 dan diresmikan pada 1992. Para pengunjung juga dapat melihat kediaman Putri Keraton Gunung Tabur.
Bagi yang ingin menyaksikan perkampungan suku asli Kabupaten Berau, yaitu Suku Banua yang berada di desa Bangun dan Bebanir, silakan berkunjung ke tempat yang berjarak sekitar 10 kilometer dari ibu kota kabupaten. Dengan menggunakan kendaraan darat waktu tempuhnya sekitar 15 menit.
Kalau mau lebih asyik lagi, lebih baik menggunakan ketinting, karena kita akan dibimbing melalui Sungai Berau dan Sungai Bangun. Nah, kampung suku Banua itu berada di Sungai Bangun. Di tempat ini, kita bisa menyaksikan dan kalau mau menikmati kehidupan ala suku Banua yang masih bersahaja.
Sementara itu, jejak-jejak peninggalan masa penjajahan Belanda bisa dinikmati di Teluk Bayur. Di tempat ini kita akan dibawa ke masa kejayaan kota yang di masa lalu menjadi pusat industri batubara yang ditandai dengan hadirnya perusahaan Stenkollen Matschappy Parapattan (SMP). Perusahaan penambangan batu bara yang berdiri pada 1912 itu menandai terbukanya Teluk Bayur bagi para pendatang.
Di masa jayanya, sekitar 1930, di Teluk Bayur berdiri sebuah kota modern yang memiliki fasilitas lengkap. Mulai dari sarana transportasi berupa kereta api untuk mengangkut para petinggi SMP atau para saudagar Eropa yang tinggal di bagian Timur dan Selatan kota dan para kuli kontrak, serta lori untuk mengangkut barang-barang kebutuhan dan batu bara hingga sarana rekreasi. Bahkan di Teluk Bayur kala itu sudah ada taman kota, gedung bioskop, dan rumah judi.
Sayangnya, kini tinggal sisa-sisa kejayaan kota Teluk Bayur yang mulai ditinggal para penghuni Eropa sekitar 1954 seiring dengan ditutupnya SMP. Lihat saja, kantor SMP yang sudah beralih fungsi sebagai Kecamatan Teluk Bayur, Ball Room (Rumah Bola) yang berdebu dan dipenuhi coretan-coretan, gedung bioskop yang tak terawat, serta lapangan bola yang dipagari oleh tonggak-tonggak kayu berusia ratusan tahun. Kita juga masih bisa melihat sisa industri batu bara berupa terowongan lori pengangkut batubara dan sumur batubara. Kondisinya sangat memprihatinkan.
Lalu, untuk para penggemar olahraga air, silakan datang ke Kepulauan Derawan yang perairan sekitarnya merupakan tempat tinggal lebih dari 347 jenis ikan karang dan 222 jenis hewan karang. Terdapat juga berbagai invertebrata termasuk biota yang dilindungi, yaitu lima jenis kima, dua jenis penyu (hijau dan sisik), ketam kelapa, ikan duyung. Bahkan lima pulau kecil yang tak berpenghuni ini menjadi tempat bertelur penyu hijau yang terbesar di Asia Tenggara. Tak heran bila kemudian di setiap titik penyelaman, para penyelam mengatakan, mereka menemukan taman karang.
Tempat wisata bawah laut di Kabupaten Berau yang juga wajib dikunjungi adalah perairan Sangalaki dan sekitarnya. Pasalnya, yang menurut para ahli ekologi kelautan, keindahan taman laut dengan keanekaragaman biota laut yang hidup di sini termasuk nomor tiga di dunia. Apalagi di pulau Sangalaki yang luasnya hanya sekitar dua kali luas lapangan bola terdapat Sangalaki Dive Resort serta stasiun monitoring penyu sebagai bagian dari program pelestarian penyu.

Kalau Anda masih punya waktu, berkunjung ke Pulau Kakaban yang merupakan laguna dari sebuah atol–terbentuk dari karang lebih dari dua juta tahun lalu–rasanya harus masuk agenda wisata Anda. Soalnya, di tempat ini kita bisa menyaksikan gua-gua batu karang yang dimanfaatkan oleh burung-burung walet sebagai rumahnya, hasil proses geologis ribuan tahun serta danau yang airnya tidak seasin air laut di sekitarnya.
Yang menarik, di danau ini hidup biota yang biasa ditemukan di air laut, seperti alga, anemon laut, ubur-ubur, spons, ketimun laut atau teripang, kepiting dan berbagai jenis ikan kecil lainnya. Danau Kakaban merupakan “saudara” dari danau yang ada di Palau, Kepulauan Mikronesia. Bedanya, jumlah dan jenis spesies biota yang dikandung Danau Kakaban lebih beraneka ragam dan istimewa.
baca selanjutnya -

SILSILAH KERAJAAN BERAU / PENJELASAN

1. Berdasarkan data – data otentik dari :
• Sejarah Berau disusun oleh Kontler J.S. Krom, Sultan Sambaliung Muhammad Aminuddin, Sultan Gunung Tabur Achmad Maulana.
• Tim Penulis : Klerk Lauw, Aji Berni Massuarno, Datu Ulang, Aji Raden Ayub dibantu oleh Abdulwahab, Alluh Bachrun, Adam, Chairul Arif, tahun 1939 / 1940.
• Sejarah Berau, milik Museum Mulawarman Tenggarong.
• Hasil Penelitian Tim Pencari Fakta dari Kodam IX Mulawarman 1980 terdiri dari : Mayor Armyn, Kapten Syahranuddin, Drs. Syahrial Hanan, Mohd. Noor. ERS.
• Sejarah Pemerintah di Kalimantan Timur dari Masa ke Masa oleh Pemda Tk. I KALTIM tahun 1990.
2. Silsilah Raja – Raja Berau, Ketika Kerukunan Dan Keutuhan Wilayah Masih Terpelihara Dengan Baik
• Raja Berau pertama Baddit Dipattung gelar Aji Surya Nata Kesuma Isterinya Baddit Dikurindan gelar Aji Permaisuri.
• Aji Nikullam
• Aji Nikutak
• Aji Nigindang
• Aji Panjang Ruma
• Aji Tumanggung Barani. Pada zaman pemerintahan raja ini, mulai diterapkan hukum islam. Didalam Undang-undang kerajaan yang bernama Pamatang Ammas (hukum pidana dan perdata) ditambah satu pasal “Pencuri dipotong tangannya”. Menurut “Sejarah Sumatera Barat” yang diterbitkan Depdikbud 1978 halaman 49 bebunyi :“Raja Baginda yang membawa agama islam ke Kalimantan Utara dan Kepulauan Sulu dan mengembangkannya tahun 1390 M”.
• Aji Suraraja
• Aji Surga Balindung
• Aji Dilayas
3. Sengketa Pergantian Raja Berau Terbagi Tiga Kerajaan
Pada permulaan abad ke XVII pergantian raja secara teratur dari ayah kepada anak seperti yang terjadi 9 generasi terdahulu tidak terbagi lagi. Masalahnya Aji Dilayas raja ke IX berputera dua orang Pangeran yang berlainan ibu yaitu Pangeran Tua dan Pangeran Dipati. Sesudah Aji Dilayas mangkat kedua pangeran ini,masing-masing didukung keluarga ibunya bersikeras mau manjadi raja.
Akhirnya keputusan musyawarah kerajaan kedua pangeran dan seterusnya,keturunannya berganti-ganti menjadi raja. Pergantian raja secara bergiliran itu adalah sebagai berikut :
Oleh penulis sejarah tradisional tidak pernah dicantumkan masa tahun pemerintahan raja-raja itu.
• Giliran Pertama ialah Pangeran Tua
• Giliran Kedua saudaranya Pangeran Dipati
• Giliran Ketiga Sultan Aji Kuning anak Pangeran Dipati
• Giliran Keempat Sultan Hasanuddin Marhum di Kuran anak dari Pangeran Tua.
• Giliran Kelima Sultan Zainal Abidin kemenakan Sultan Aji Kuning turunan Pangeran Dipati. Menurut Kontler J.S. Krom dalam memorinya, kira-kira tahun 1720 pada pemerintahannya Sultan Zainal Abidin, menrapkan syariat islam di kerajaan Berau. Semasa hidupnya sangat dihormati rakyat. Makamnya dianggap keramat.
• Giliran Keenam Sultan Badaruddin menjadi raja pihak keturunan Pangeran Tua melakukan protes, karena turunan Dipati sudah ongkar perjanjian. Mereka sudah empat kali mendapat giliran menjadi raja, sedang turunan Pangeran Tua baru dua kali. Insiden dapat diatasi, pihak keluarga Pangeran Dipati memberikan kompensasi, sesudah habis masa pemerintahan Sultan Badaruddin turunan Pangeran Tua memperoleh giliran 2 kali berturut-turut menjadi raja.
• Giliran Ketujuh Sultan Salehuddin turunan Pangeran Tua.
• Sultan Amirilmukminin bin Sultan Hasanuddin turunan Pangeran Tua.
• Si Taddan Raja Tua atau Sultan Zainal Abidin II Putera tertua dari Sultan Badaruddin turunan dari Pangeran Dipati. Beberapa tahun ia memerintah, raja ini ditimpa penyakit cacar yang sangat parah. Ketika sembuh dari penyakitnya itu, ia berbicara seperti orang bisu sehingga perkataannya tidak dapat dipaham. Hasil kesepakatan orang tua-tua kerajaan, raja harus diganti. Pada waktu menentukan giliran siapa diantara turunan kedua pengeran itu akan menggantikan Si Taddan Raja Tua, terjadi kericuan.
4. Bulungan dan Tidung Memisahkan Diri Membentuk Kesultanan Sendiri
Karena terjadinya kericuan dan insiden pada waktu menetapkan giliran siapa yang harus menjadi raja dari kedua keturunan pangeran itu, kekuasaan pusat pemerintahan yang berkedudukan di Muara bangun hampir tiada berfungsi lagi. Dalam situasi yang tidak menentu itu, daerah Bulungan dan Tidung berkesempatan melepaskan diri dari kesatuan wilayah kekuasaan Berau dan membentuk kesultanan sendiri pada tahun 1800.
5. Wilayah Inti Kerajaan Berau Terpecah Dua
Pemerintahan kerajaan Berau terpaksa harus pasrah kasus Bulungan dan Tidung, karena segala tenaga dan pikiran mereka dipusatkan untuk mengatasi kekacauan perebutan kekuasaan antara turunan Pangeran Tua dan Turunan Pangeran Dipati.
Gazi Mahyudin adik Sultan Zainal Abidin II bersikeras menggantikan kakaknya yang sakit-sakitan itu alasannya kakaknya baru beberapa tahun menjadi raja.
Raja Alam Putera Sultan Amiril Mukminin turunan Pangeran Tua, merasa lebih berhak mendapat giliran menjadi raja, alasannya turunan Pangeran Tua baru empat kali. Suasana semakin tegang, yang mengakibatkan terjadinya insiden di beberapa tempat. Musyawarah kerajaan dan kedua keluarga Pangeran, karena hampir setiap giliran yang akan menjadi raja, timbul persengketaan yang berbahaya bagi kelangsungan hidup kedua keluarga itu, dapat memutuskan lebih akan bermanfaat wilayah itu dibagi atas kesultanan.
Pertama : Sebelah Utara Sungai Berau (Kuran) serta tanah kiri kanan sungai Segah menjadi Kerajaan Gunung Tabur diperintah oleh Sultan Gazi Mahyudin (Sultan Aji Kuning II).
Kedua : Sebelah Selatan Sungai Berau (Kuran) dan tanah kiri kanan sungai Kelay menjadi Kerjaan Sambaliung di perintah oleh raja Alam (Sultan Alimuddin). Kedudukan Pemerintahan di Muara Bangun dipindahkan. Sultan Aji Kuning memilih Gunung Tabur yang terletak di sebelah kanan muara cabang sungai Segah sebagai pusat pemerintahannya dan Sultan Alimuddin Raja Alam memindahkan pusat pemerintahannya di kampong Gayam sebelah kanan masuk sungai Kelay, disebut Tanjoeng. Sesuai dengan keputusan Seminar Hari Jadi Kota Tanjung Redeb tahun 1992 peristiwa itu terjadi pada tahun 1810, sepuluh tahun sesudah Bulungan dan Tidung memisahkan diri.
Sultan Raja Alam Alimuddin inilah sultan pertama dari Tanjung yang kemudian bernama kerajaan Sambaliung, sedang ayahnya Sultan Amiril Mukminin atau marhum di Rijang (sungai kecil dekat kampong Gurimbang) adalah raja giliran ke IX kerajaan Berau.
Gazi Mahyudin atau Sultan Aji Kuning II, sultan pertama dari kerajaan Gunung Tabur sedang kakaknya Raja Tua Si Taddan (Sultan Zainal Abidin II adalah Raja Berau giliran ke X. Setelah kerajaan Berau terbagi dua, kedua kesultanan itu hidup berdampingan secara damai, karena mereka sadar bahwa mereka berasal satu rumpun keluarga besar Aji Surya Nata Kesuma, hanya penulis-penulis sejarah Belanda, membesar-besarkan perbedaan pendapat antara kedua kesultanan itu, sesuai dengan politik adu domba demi suksesnya penjajahan mereka. Hal ini terbukti pada peristiwa sejarah berikutnya.


(dikutip dari buku sejarah kerajaan gunungtabur)


baca selanjutnya -

SILSILAH RAJA-RAJA BERAU

Tertulis pada lembaran kertas F4 berbingkai warna gelap dipajang pada sebuah papan berlapis kaca dengan posisi terlentang menghadap ke langit-langit yang tingginya lebih kurang 120 cm SILSILAH RAJA-RAJA BERAU. Dua lembar kertas yang lain berukuran sama terletak di sebelah kiri dan kanan bertuliskan SILSILAH RAJA-RAJA GUNUNG TABUR (kiri), dan SILSILAH RAJA-RAJA SAMBALIUNG (kanan).

SILSILAH RAJA-RAJA BERAU
(setelah diperbaiki oleh: Datu Syachru)

1. AJI SURYA NATAKESUMA/BADDIT DIPATUNG
(1377-1401)
2. AJI NIKULLAN
(1401-1426)
3. AJI NIKUTAK
(1426-1451)
4. AJI NIGINDANG
(1451-1470)
5. AJI PANJANG RUMA
(1470-1495)
6. AJI TUMANGGUNG BARANI
(1495-1524)
7. AJI SURA RAJA
(1524-1550)
8. AJI SURGA BALINDUNG
(1550-1576)
9. AJI DILAYAS
(1576-1600)
10. PANGERAN TUA
(1600-1624)
11. PANGERAN DIPATI
(1624-1650)
12. AJI KUNING
(1650-1676)
13. SULTAN HASANUDDIN
(1676-1700)
14. SULTAN ZAINAL ABIDIN I
(1700-1740)
15. SULTAN BADARUDDIN
(1740-1760)
16. MAULANA SULTAN SALEHUDDIN
(1760-1777)
17. SULTAN AMIRIL MU'MININ
(1777-1800)
18. SULTAN ZAENAL ABIDIN II
(1800-1804)

Pada akhir abad XVIII Pemerintahan Kerajaan Berau diteruskan oleh 2 orang Sultan yaitu Sultan untuk wilayah Gunung Tabur dan Sultan untuk wilayah Sambaliung.

SILSILAH RAJA-RAJA GUNUNG TABUR
(setelah diperbaiki oleh: Datu Syachru)

1. Sultan Aji Kuning II
(1800-1850)
2. Raja Muda Sibandang
(1850-1860)
3. Sultan Amiruddin
(1860-1876)
4. Sultan Hasanuddin
(1876-1882)
5. Wakil Sultan (Regen) Haji Datu Adji Kuning
(1882-1892)
6. Haji Siranuddin
(1893-1903)
7. Sultan Achmad Maulana
(1903-1953)

SILSILAH RAJA-RAJA SAMBALIUNG
(setelah diperbaiki oleh: Datu Syachru)

1. Sultan Alimuddin/Raja Alam
(1810-1844)
2. Sultan Kaharuddin
(1844-1848)
3. Sultan Hadi Jalaluddin
(1848-1850)
4. Sultan Asyik Syarifuddin
(1850-1863)
5. Sultan Salehuddin
(1863-1869)
6. Sultan Adil Jalaluddin
(1869-1881)
7. Sultan Chalifatullah Bayanuddin
(1881-1902)
8. Aji Muhammad Aminuddin
(1902-1960)

Sayang sekali Silsilah Silsilah tersebut tidak lengkap, jika dibaca maka terkesan hanya merupakan urutan Raja-Raja dari tiga buah kesultanan. Tidak menggambarkan keturunan yang sebenarnya. Jadi, ketidaklengkapan dari silsilah silsilah tersebut bukan karena adanya bagian angka tahun yang hanya ditulis dengan tanda titik sebanyak sembilan buah pada masa pemerintahan sultan ke-5 (Sultan Muh. Salehuddin) kesultanan Sambaliung, akan tetapi Silsilah tersebut (sekali lagi) tidak menggambarkan keturunan sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008:1349) bahwa silsilah adalah asal usul suatu keluarga, atau catatan yang menggambarkan hubungan keluarga. Dengan demikian akan lebih tepat jika kata "Silsilah" diganti dengan kata "Daftar Urutan".
Dalam kunjungannya ke Museum Batiwakkal
baca selanjutnya -

kamus bahasa berau

  • anu; yang
  • aliapa; ada apa/mengapa
  • agai; panggilan untuk laki-laki
  • annik; sedikit
  • allan; malu
  • angkup; hantam
  • alaw; ambil
  • barakkat; bungkusan/oleh-oleh
  • amma; bapak
  • babbal; tidak mudah diatur
  • bala; nakal
  • babiran; mengomel
  • bayi; babi
  • bassai; dayung
  • bangsa; seperti
  • butur; judi
  • carian; kangen
  • currik; tidak mendengar
  • culu; korek api
  • gaman; pegang
  • dampa; mau
  • dangkita; kalian
  • darup; cuci muka
  • gayyu; sibuk
  • gaddang; buah pepaya
  • inda; ibu
  • indangnya; begitulah
  • jajjal; tidak mau mendengar ucapan
  • jampayi; besok
  • jinnya; katanya
  • kail; pancing
  • karamian; sore/petang
  • kappak; tuli
  • kurru; tidur
  • karra; monyet
  • karrat; raut
  • karitan; hiu
  • kedayaw; biawak/sejenis kadal
  • kalamayi; kemarin
  • karajja; kerjaan
  • kinsum; senyum
  • kamayi; kesini
  • lallai; malas
  • limpa : berhamburan

  • tumpis : banyak omong
  • lalai; piring
  • lungku; bengong
  • laga; ajak
  • miris; mau
  • marrang; senang
  • muta; muntah
  • mulang; pulang
  • nda warna : Beraneka ragam
  • ntayi; tadi
  • nta; kita
  • panningal; tidak mendengar
  • paluntai; pemalas
  • pandak; pendek
  • pattang; gelap
  • ruku; rokok
  • sulipi; bantal
  • siyyin; uang
  • sambat; pagi
  • sannai; santai/diam
  • sarubit; sedikit
  • sallu; jengkel
  • suru; pasang ( biasa digunakan untuk air )
  • rabba limpa : tumpah berhamburan
  • rabba : Rubuh tambing; samping
  • tattak tukul; diam di tempat
  • tittik; pukul
  • taggari; pegang
  • tabbak; lempar
  • tutung; terbakar
  • tuku; dekat
  • uluk : olok
  • ulai; perempuan
  • walla; gila
  • mallur, melati
  • ijai, dagu
  • kalitak, Ketiak
  • inda, mama
  • amma, bapak
  • balimpang, berbaring
  • sulipi, bantal


baca selanjutnya -

Tempat Bersejarah dan wisata Di Berau

Tempat Bersejarah dan wisata Di Berau
Matahari hampir tenggelam di balik gunung di Kampung Long Ayap, hulu Sungai Segah, pedalaman Berau. Seorang perempuan mengenakan kain batik cokelat mandi di pinggir kali dalam terpaan sinar senja mentari di ufuk barat. Pelan-pelan cahayanya meredup di antara Perahu-perahu yang bersandar di “dermaga” kampung orang Punan dan Segai ini.

Kurang lebih 120 kilometer dari tempat itu, tepatnya di ibu kota Kabupaten Berau Tanjung Redeb yang terletak di tepian Sungai Berau, sang surya tengah kembali ke peraduannya–pertanda. Malam telah datang.
Malam adalah rezeki. Begitu kata para pedagang minuman dan makanan di tepian, yang mulai mengatur gerobak-gerobak dorongnya dan menjajakan dagangannya bagi anak muda sampai orang tua yang santai menikmati suasana tepian sungai.
Kegelapan malam tak mampu mengusir suasana tepian sungai yang kian ramai. Apalagi, di malam Mingu. Dari tempat itu, sesekali terlihat dermaga Museum Sambaliung dan tulisan Museum yang dibentuk dari bilah-bilah papan yang berada di seberang tepian sungai. Masa lalu kerajaan dan sejarah Berau terhampar di sana, juga di Museum Gunung Tabur. Saksi-saksi bisu itu akan menuturkan banyak hal tentang masa lampau.
Kabupaten Berau yang terletak di bagian utara Provinsi Kalimantan Timur, sejak abad XIII sudah memiliki pusat permukiman yang disebut Banua. Setiap Banua dipimpin oleh seorang kepala adat atau kepala suku sebagai pemimpin pemerintahan sekaligus pemimpin adat dan agama.
Memasuki abad XIV, semua banua yang ada di wilayah ini sepakat untuk mempersatukan wilayahnya di bawah pimpinan seorang raja. Maka berdirilah kerajaan Berau dengan Baddit Dipattung yang bergelar Aji Raden Surya Nata Kesuma dan istrinya bernama Baddit Kurindan yang bergelar Aji Permaisuri sebagai raja dan ratu Kerajaan Berau pertama.
Berau yang memiliki wilayah seluas 24.201 kilometer persegi dengan ibu kota Tanjung Redeb dan bisa dijangkau dari ibu kota Provinsi Kalimantan Timur Samarinda dengan jalan darat dalam waktu sekitar 12 jam ini, juga punya wisata kota yang cukup lengkap.
Para penggemar peninggalan bersejarah dapat menyusuri masa lalu kota dan kabupaten Berau dengan mengunjungi Keraton dan Museum Sambaliung yang menyimpan jejak-jejak bersejarah peninggalan kerajaan Sambaliung dengan rajanya yang terakhir Sultan M. Aminuddin (1920-1959). Tempat ini memiliki koleksi unik yang ada di halaman depan berupa dua tiang kayu ulin berukir aksara asli Suku Bugis yang dipercaya adalah merupakan peninggalan dari pengikut Raja Alam yang berasal dari turunan Bugis Wajo. Menurut penjaga museum, aksara itu berupa aturan-aturan jika rakyat melintasi keraton.
Berhadapan dengan Keraton Sambaliung, dibelah oleh Sungai Berau, membujur Keraton Gunung Tabur. Tempat yang bisa dijangkau dalam waktu sekitar 20 menit melalui jembatan Segah atau tiga menit jika memilih naik ketinting ini, dikenal sebagai menjadi Museum Batiwakkal. Di sini tersimpan sekitar 700 koleksi berharga berupa benda sejarah, keramik, benda arkeologis, etnografis, dan naskah. Museum ini dibangun pada 1990 dan diresmikan pada 1992. Para pengunjung juga dapat melihat kediaman Putri Keraton Gunung Tabur.
Bagi yang ingin menyaksikan perkampungan suku asli Kabupaten Berau, yaitu Suku Banua yang berada di desa Bangun dan Bebanir, silakan berkunjung ke tempat yang berjarak sekitar 10 kilometer dari ibu kota kabupaten. Dengan menggunakan kendaraan darat waktu tempuhnya sekitar 15 menit.
Kalau mau lebih asyik lagi, lebih baik menggunakan ketinting, karena kita akan dibimbing melalui Sungai Berau dan Sungai Bangun. Nah, kampung suku Banua itu berada di Sungai Bangun. Di tempat ini, kita bisa menyaksikan dan kalau mau menikmati kehidupan ala suku Banua yang masih bersahaja.
Sementara itu, jejak-jejak peninggalan masa penjajahan Belanda bisa dinikmati di Teluk Bayur. Di tempat ini kita akan dibawa ke masa kejayaan kota yang di masa lalu menjadi pusat industri batubara yang ditandai dengan hadirnya perusahaan Stenkollen Matschappy Parapattan (SMP). Perusahaan penambangan batu bara yang berdiri pada 1912 itu menandai terbukanya Teluk Bayur bagi para pendatang.
Di masa jayanya, sekitar 1930, di Teluk Bayur berdiri sebuah kota modern yang memiliki fasilitas lengkap. Mulai dari sarana transportasi berupa kereta api untuk mengangkut para petinggi SMP atau para saudagar Eropa yang tinggal di bagian Timur dan Selatan kota dan para kuli kontrak, serta lori untuk mengangkut barang-barang kebutuhan dan batu bara hingga sarana rekreasi. Bahkan di Teluk Bayur kala itu sudah ada taman kota, gedung bioskop, dan rumah judi.
Sayangnya, kini tinggal sisa-sisa kejayaan kota Teluk Bayur yang mulai ditinggal para penghuni Eropa sekitar 1954 seiring dengan ditutupnya SMP. Lihat saja, kantor SMP yang sudah beralih fungsi sebagai Kecamatan Teluk Bayur, Ball Room (Rumah Bola) yang berdebu dan dipenuhi coretan-coretan, gedung bioskop yang tak terawat, serta lapangan bola yang dipagari oleh tonggak-tonggak kayu berusia ratusan tahun. Kita juga masih bisa melihat sisa industri batu bara berupa terowongan lori pengangkut batubara dan sumur batubara. Kondisinya sangat memprihatinkan.
Lalu, untuk para penggemar olahraga air, silakan datang ke Kepulauan Derawan yang perairan sekitarnya merupakan tempat tinggal lebih dari 347 jenis ikan karang dan 222 jenis hewan karang. Terdapat juga berbagai invertebrata termasuk biota yang dilindungi, yaitu lima jenis kima, dua jenis penyu (hijau dan sisik), ketam kelapa, ikan duyung. Bahkan lima pulau kecil yang tak berpenghuni ini menjadi tempat bertelur penyu hijau yang terbesar di Asia Tenggara. Tak heran bila kemudian di setiap titik penyelaman, para penyelam mengatakan, mereka menemukan taman karang.
Tempat wisata bawah laut di Kabupaten Berau yang juga wajib dikunjungi adalah perairan Sangalaki dan sekitarnya. Pasalnya, yang menurut para ahli ekologi kelautan, keindahan taman laut dengan keanekaragaman biota laut yang hidup di sini termasuk nomor tiga di dunia. Apalagi di pulau Sangalaki yang luasnya hanya sekitar dua kali luas lapangan bola terdapat Sangalaki Dive Resort serta stasiun monitoring penyu sebagai bagian dari program pelestarian penyu.

Kalau Anda masih punya waktu, berkunjung ke Pulau Kakaban yang merupakan laguna dari sebuah atol–terbentuk dari karang lebih dari dua juta tahun lalu–rasanya harus masuk agenda wisata Anda. Soalnya, di tempat ini kita bisa menyaksikan gua-gua batu karang yang dimanfaatkan oleh burung-burung walet sebagai rumahnya, hasil proses geologis ribuan tahun serta danau yang airnya tidak seasin air laut di sekitarnya.
Yang menarik, di danau ini hidup biota yang biasa ditemukan di air laut, seperti alga, anemon laut, ubur-ubur, spons, ketimun laut atau teripang, kepiting dan berbagai jenis ikan kecil lainnya. Danau Kakaban merupakan “saudara” dari danau yang ada di Palau, Kepulauan Mikronesia. Bedanya, jumlah dan jenis spesies biota yang dikandung Danau Kakaban lebih beraneka ragam dan istimewa.
baca selanjutnya -

Prasasti Kerajaan Sambaliung Berau hubungannya dengan Bugis Makassar

Prasasti Kerajaan Sambaliung Berau hubungannya dengan Bugis Makassar
Sambaliung terdapat situs peninggalan Kerajaan yang terbuat dari kayu. Keadaan situs/prasasti peninggalan kerajaan Sambaliung tersebut sudah mulai lapuk termakan usia sehingga perlu mendapat perhatian sebagai upaya penyelamatan maupun menyebarluaskan arti serta pesan yang dituliskan kepada seluruh masyarakat.
Penyelamatan situs dalam rangka mengingatkan generasi muda bahwa kerajaan mempunyai norma-norma dan tata tertib tentang etika pergaulan, pernah ada di Kabupaten Berau. Agar dapat dipahami dan sekaligus sebagai paya penyelamatan situs tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Upaya menerjemahkan situs dilaksanakan bekerja sama dngan Balai Penelitian Arkeologi Banjarmasin yang pelaksanaannya dilakukan pada blan September 2003. Sebagai upaya untuk mendokumentasikan dan pengamanan situs/prasasti maka dibuatkan rumah pelindung yang ditempatkan di halaman Keraton Sambaliung dan terjemahannya dibukukan secara khusus.
Hasil terjemahan Tugu 1
Prasasti berhuruf arab dan melayu
“Pasal jika sultan jika ada duduk dimuka lawang atau dimuka lawang sakapi maka siapa siapa mau melewati maka itu orang duduk dulu tidak boleh terus melewati”
Penjelasan :
Prasasti tersebut menunjukkan adanya suatu pasal tentang tata karma orang yang lewat didepan istana sambaliung, terutama saat raja berada didepan pintu istana, maka apa bila ada seseorang yang akan lewat depan istana tersebut terlebih dahulu harus duduk sebentar (sebagai tanda hormat kepada raja)baru melanjutkan perjalanan.
Hasil terjemahan Tugu II
Prasasti berhuruf lontaran Bugis

Naraekko engkai sulu tangnge ri yolo na bolana babang sakkepe ngnge ngi-nigi meloq ilalo tudakko yoloq nappako ilalo deq na wedding matteruq-teruq ilalo yatteyangngi rita ale temmappa ddupa ri yolo na bola massuq iyareqqa? Marola ki adeq e
Deq nawedding mangkagagangeng ki lalenna babang sakkepengnge engkamana bi appangngewangeng

Yappesangkang toi mencawa-cawa makkitra ki bolae nakko e ngka tau yatte yangngi ttudang ki lalengnge ri yolona bolae ki wi rinna wdding mua ttudang.

Deq na wedding makkita ki bolona sulutangnge nakko deq sabaqna pakkita madeceng

Ajaq mulunnangi yareqqamuipolo o lona makku nraiye ki tengngana lalengnge mo ata muita iko boranewe lesseko ceddeq nawedditto noqkiq tappeyngnge nakko enka marainang ko engka makkunrai rita noq pole ki bolae ta, kiq yoloq borane ki lalengnge ajaq na tomatteruq mappolo nakko labeqni makkunrayye nappani borane mopa.

Nigi-nigi tau tau teppegauq iyareqna nayi tayae yinatu tau mpelaiwi atturengnge gangka nattue petta sulutangnge. La mappatangka sambaliyung



Terjemahan :

Apabila Sultan berada di depan pintu gapura, maka barang siapa yang lewat harus duduk dahulu kemudian mneruskan langkahnya. Tidak boleh terus berjalan sebelum Sultan memperlihatkan diri ketika Sultan sedang berada di luar. Demikian aturan adat.
Tidak boleh bereleisih di dalam wilayah istana meskipun ada perkara yang dipertentangkan.
Tidak diperkenankan ketawa-ketawa saat memandang ke istana. Dilarang pula orang duduk di jalanan istana, tetapi di samping istana diperbolehkan duduk.
Tidak boleh melihat-lihat ke istana Sultan apabila tidak ada hal yang sebaiknya dilihat.
Jangan menutup atau memotong arah jalan perempuan di tengah jalan meskipun di pandangmu adalah seorang budak kalian para lelaki menepilah sedikit, jika perlu turunlah dari jalanan. Apabila ada perempuan bersama dengan ibunya yang kamu lihat yan g turun dari rumah. (menuju jalanan), maka laki-laki berhenti dahulu dan jangan langsung memotong arah jalannya.
Barang siapa saja tidak melaksanakan atau mengabaikan maka ia meninggalkan peraturan yang ditetapkan oleh petta sultan. La mappata (ng) ke Sambaliyung.
baca selanjutnya -

Perselisihan kerajaan Sambaliung dan Gunung Tabur










Perselisihan kerajaan Sambaliung dan Gunung Tabur
Sejak zaman dulu, jika dalam satu wilayah terdapat dua kerajaan seringkali tidak pernah akur. Seperti halnya Kerajaan Gunung Tabur dan Kerajaan Sambaliung yang pada dasarnya masih mempunyai ikatan darah atau satu keturunan.
BANYAK alasan timbulnya perpecahan dalam kerajaan. Salah satunya kalau masuk pihak ketiga yang punya tujuan tertentu, sehingga melakukan penghasutan. Misalnya ketika Belanda datang untuk melakukan hubungan dagang dengan membeli hasil bumi kerajaan.
Pada tahun 1817 Belanda memasuki Sungai Segah dan berlabuh di tengah sungai antara Sungai Segah dan Sungai Kelay, yaitu tempat berdirinya dua kerajaan Berau yang masing masing bernama Kerajaan Gunung Tabur dan Kerajaan Sambaliung. Kerajaan Gunung Tabur berada di tepi Sungai Segah, waktu itu rajanya Raja Kuning II, sedang Kerajaan Sambaliung  berada di tepi Sungai Kelay, dirajai Raja Alam. Walau satu keturunan, kedua kerajaan ini tak pernah akur. Hal inilah yang sangat dikehendaki oleh Belanda.
Saat itu hubungan dagang antara Belanda Sambaliung berjalan dengan lancar dan sangat menguntungkan. Berbagai hasil bumi terbaik seperti rotan dan damar dibeli dengan harga yang tinggi. Begitu pula dengan usaha barang barang keramik dari Cina dan eropa yang dibawa Belanda. Sedang dengan pihak Kerajaan Gunung Tabur, Belanda hanya membeli barang hasil ikutan, itupun dengan harga murah. Alasannya armada mereka terbatas untuk segera membawa barang ke negaranya. Namun demikian hubungan dengan pihak kerajaan Gunung Tabur berjalan cukup baik dan bersahabat pula. Selain itu berbagai kebutuhan ekonomi kerajaan Gunung Tabur merupakan tempatnya.
Pihak Gunung Tabur dan Sambaliung yang tak pernah akur, akhirnya terlibat dalam satu pertikaian berdarah yang membawa mereka saling serang dan membunuh. Melihat keadaan demikian pihak Belanda merasa puas akan keberhasilan mereka melakukan politik adu domba dan pecah belah atas kedua kerajaan tersebut. Saling serang dan saling menghancurkan berjalan selama beberapa bulan dengan korban yang tak sedikit dari kedua belah pihak.                                                                                            
Pada suatu ketika pihak Belanda heboh dengan sering terjadinya perampokan dan pembajakan atas kapal kapal dagang mereka di laut Selat Makasar dan Tanjung Mangkaliat.  Namun secara diam-diam pihak Raja Kuning II atau Gunung Tabur memanfaatkan situasi dengan memberi informasi pada Belanda kalau perampokan tersebut dilakukan oleh orang-orang dari pihak Kerajaan Sambaliung. Tentu saja fitnah ini dilengkapi dengan bukti palsu akan keterlibatan Sambaliung.
Pihak Belanda bukan tidak tahu kalau hal tersebut adalah cerita bohong dari Raja Kuning II. Kenapa tidak, sebenarnya kapal-kapal dagang Belanda tak pernah dirampok. Perampokan tersebut hanyalah karangan pihak Belanda saja yang ingin mengambil kesempatan pada situasi perang antar kedua kerajaan.
Dengan dalih perampokan kapal dagang tersebut dilakukan oleh pihak Raja Alam Sambaliung, pihak Belanda lalu memberikan bantuan pasukan pada Raja Kuning II Gunung Tabur dan menggempur kerajaan Sambaliung. Pihak Sambaliung dengan gagah berani melakukan perlawanan yang dipimpin oleh Sarif Dakula, menantu Raja Alam dibantu oleh orang orang Bugis dan Solok.
Kenapa orang orang Bugis dan Solok membantu Sambaliung dalam perang saudara tersebut. Ini karena isteri Raja Alam adalah orang asal Sulawesi Selatan keturunan bangsawan Wajo. Yang memang pada dasarnya tidak menyukai kehadiran Belanda di Tanah Berau. Tetapi walau sudah didukung oleh orang orang Bugis dan Solok, pihak Sambaliung kalah pengalaman dan senjata melawan orang orang Gunung Tabur terlebih karena dibantu Belanda yang bersenjata api.
Raja Alam dan pasukannya akhirnya mundur ke pedalaman. Tetapi dengan liciknya Belanda melakukan penyanderaan pada anak isteri Raja Alam dan melakukan penangkapan kepada keluarga para bangsawan yang telah tua-tua. Dengan ancaman pembantaian terhadap para keluarga bangsawan Sambaliung, akhirnya Raja Alam dan menantunya Sarif Dakula mau datang ke Sambaliung untuk melakukan perundingan sebagaimana permintaan pihak Belanda. Raja Alam dan Sarif Dakula hanya datang berdua tanpa ada yang mengawal. Sedang pasukannya masih menunggu di hutan hutan rimba sungai Kelay.
Ternyata Raja Alam dan Sarif Dakula, bukannya diajak berunding. Keduanya ditangkap dan dimasukkan kedalam tahanan Belanda dengan penjagaan ketat berlapis-lapis. Waktu itu tahun 1834 dimana Raja Alam dan menantunya Sarif Dakula oleh pengadilan Belanda  diputuskan dibuang ke Makasar.
Secara diam diam keduanya lewat tengah malam dibawa dengan sebuah kapal kecil menuju muara dimana telah menunggu sebuah kapal perang yang akan membawa kedua tawanan ini ke Makasar. Namun belum lagi sampai ke muara, kedua tawanan ini berontak dan melakukan perlawanan pada para pengawal yang membawanya. Dalam perkelahian yang tak seimbang itu, Raja Alam akhirnya dapat dilumpuhkan. Sedang Sarif Dakula menantunya tewas tertembak pasukan yang membawanya. Namun walau demikian, pihak Belanda sempat pula kehilangan tiga nyawa serdadunya.  Raja Alam pun terus dibawa dan dibuang ke Makassar  Sulawesi Selatan, yang juga merupakan markas besar Belanda untuk Indonesia Tengah dan Timur.
Usai mengalahkan Sambaliung dan membuang Raja Alam, Kekuatan Gunung Tabur yang juga dalam keadaan lemah dimamfaatkan Belanda. Entah dengan cara apa Raja Kuning II Gunung Tabur dapat dikuasai dan menyatakan tunduk di bawah perintah Kerajaan Belanda. Beberapa bangsawan yang tak setuju dengan putusan tersebut secara terpisah melarikan diri ke berbagai daerah, bahkan ada yang sampai bersuaka di kerajaan Sabah Malaysia.
Setelah sekian tahun, Raja Kuning II Gunung Tabur akhirnya sadar kalau selama ini mereka secara halus telah dikuasai oleh Belanda. Namun karena kekuatan dan kekuasaan Belanda sudah tak tertandingi, Raja Kuning II tak mampu berbuat apa apa.   Karenanya untuk menjaga  agar kerajaan tetap utuh, hubungan dengan pihak Belanda tetap dijaga dengan segala kepatuhan yang dibuat oleh pihak Belanda.
Suatu ketika Raja Kuning II setelah melakukan perundingan dengan keluarga baik bangsawan Gunung Tabur maupun sisa-sisa bangsawan Sambaliung yang pada dasarnya masih satu keturunan, diputuskan untuk mengembalikan Raja Alam ke Sambaliung dengan pengajukan permohonan pada pihak Belanda.
Menanggapi permohonan ini pihak Belanda lagi-lagi mengambil keuntungan. Dengan dalih keamanan bersama, maka kedua kerajaan tidak dibenarkan menghimpun atau memiliki laskar. Keduanya hanya boleh merekrut penjaga keamanan lingkungan keraton dengan tidak lebih dari lima puluh orang. Selebihnya masalah keamanan wilayah berada di tangan Belanda.
Oleh pihak Belanda permohonan tersebut dikabulkan dan pada tanggal 24 September 1837 Raja Alam kembali ke Sambaliung bersama pengiringnya. Pertemuan dua keluarga Gunung Tabur dan Sambaliung ini terjalin kembali. Kemudian atas persetujuan Belanda kedua kerajaan tetap saja berdiri sebagaimana asal mula mereka. Namun tentu saja harus berada dibawah kekuasaan dan peraturan yang diberlakukan oleh pihak Belanda. *habis


baca selanjutnya -

Lengenda aji surya nata kesuma (Raja berau pertama)

Lengenda aji surya nata kesuma (Raja berau pertama)
Raja Berau yang pertama ialah Aji Surya Nata Kesuma dan permaisurinya bergelar Aji Poetari Paramaisoeri. Menurut cerita Mitos kelahiran raja surya nata kesuma berbeda dengan kelahiran bayi manusia biasa.
Tiga hari berturut-turut anjing Nini Barituk Si Baruang yang bebulu hitam dan Si Langsat yang berbulu merah, menyalak-nyalak dekat rumpun Pattung (sejenis bambu besar) dekat kebunnya di Rantau Pattung di Sungai Ulak. Didekatinya rumpun Pattung itu, dilihatnya disalak anjingnya itu, ialah sebuah rubung pattung yang besar. Dipotongnya rebung itu, lalu dikeratnya ujungnya. Kedengaran tangis seorang bayi laki-laki yang baik parasnya. Di rumah isteri Nini Barituk mendapat pula seorang bayi perempuan yang cantik, di dalam gantang panjahitannya yang berisi kurindan benang penjahit dari serat nenas.
Peristiwa Nini Barituk mendapat kedua bayi ajaib itu, tersiar ketujuh nagri itu. Si Kannik Barrau Sanipah dari Pantai, Si Kannik Salundai di Marancang dan Si Dayang Bunyut di Kampung Bunyut, segera ke Kampung Lati ke rumah Nini Barituk. Ketiga puteri itu, sangat bergembira melihat kedua bayi yang elok parasnya dan damai anak laki-laki Baddit Dipatung, anak yang perempuan dinamainya Baddit Dikurindan.
baca selanjutnya -

Kerajaan Berau Bersatu Ke dalam Kerajaan Majapahit

Kerajaan Berau Bersatu Ke dalam Kerajaan Majapahit
Berdasarkan data pada atlas Sejarah oleh Prof. Mr. Muhammad Yamin, Nusantara, Tanah Air Bangsa Indonesia, menurut Para Panca 1365, seluruh Pulau Kalimantan termasuk Berau, Pulau-pulau Solor (Sulu), Mindanao-Selatan bersatu dengan Majapahit.
Pada halaman 17 dari peta tersebut Berau dinamai BERAYU wilayahnya mulai Tanjung Mangkalihat, Bulungan, Tidung dan Sabah. Luas wilayah kekuasaan kerajaan Berau ini diakui pula oleh ilmuan Belanda H. J. Grizen seperti berikut :
“Pada zaman dahulu beberapa Kepala Pemerintahan di daerah Kalimantan Utara Berasal dari Berau sebelum Berau terpecah menjadi dua kerajaan, Bulungan dan Tidung termasuk wilayahnya. Bahkan kerajaan Alas dan Tungku yang sekarang diduduki Inggris, termasuk kawasan Berau.
Dengan diilhami oleh “SUMPAH PALAPA” yang dicetuskan Mahapatih Gajah Mada (1319-1964) pada tahun 1334 yang isinya akan mempersatukan kerajaan-kerajaan kecil di seluruh Nusantara dibawah bimbingan Majapahit, Jai Surya Nata Kesuma Raja Berau pertama, berhasil menerapkan sumpah itu, mempersatukan tujuh wilayah yang terbentang dari Tanjung Mangkalihat sampai sungai Kinabatangan berbatasan dengan kerajaan Berunai.
Sumpah PALAPA itu berbunyi : “Namun huwus kalah Nusantara ingsun amukti palapa, namun huwus kalah ring Gurun ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompu, Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik Samana ingsun amukti palapa”. (Jika telah berhasil mempersatukan Nusantara, saya akan baru beristirahat jika gurun, “Seran, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompu, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik telah bersatu, baru aku akan beristirahat”).
Menilai dan menghargai perjuangan seperti yang dikemukakan diatas, serat meneliti hasil Tim Pencari Fakta yang terdiri dari Mayor Armyn, Kapten Syahranuddin, Drs. Syahrial Hanan, Mohd. Noor, ARS, Kodam IX Mulawarman, berkenan mengabadikannya menjadi KOREM 091/Aji Surya Nata Kesuma yang pertama kali bermarkas di Tarakan pada tahun 1981, sekarang bermarkas di Samarinda. Kebenaran sejarah bahwa Raja Pertama di Kerajaan Berau, adalah Aji Surya Nata Kesuma, diakui pula oleh Pemerintah Propinsi Daerah Kalimantan Timur dalam buku “ Sejarah Pemerintah Di Kalimantan Timur Dari Masa Ke Masa” halaman 91, tahun 1990.
Pada abad ke XIV sampai abad ke XV DR. J. Eisenberger menulis sebagai berikut :
“Pada beberapa tempat di Kalimantan mengalami kembali pengaruh Hindu, dalam periode ini bercampur dengan Kebudayaan Jawa, berhubung pengaruh tersebut datangnya dari Kerajaan Majapahit. Pada pertengahan abad ke XIV (1365) daerah yang bersatu dengan kerajaan Majapahit yaitu kerajaan kota Waringin, Sampit Kapuas, Banjarmasin (Ibu kotanya Tanjung Pura di Sungai Pawan). Hulu Sungai Mayan di Kalimantan Barat, ditengah-tengah Sukadana, Muara Barito, Tabalong di Amuntai, pulau Sebulu, Pulau Laut, Pasi, Kutai dan Berau.
Daerah taklukan ini, dalam catur wulan pertama abad ke XV lepas dari kekuasaan kerajaan Majapahit.
Daerah Berau yang dipimpin oleh Aji Surya Nata Kesuma kembali sepenuhnya memerintah kerajaan, lepas dari kerajaan Majapahit. Keutuhan wilayah dapat dipelihara dan dipertahankan oleh turunannya sampai generasi yang kesembilan yaitu Raja Aji Dilayas.
Pada permulaan abad ke XVII, kerajaan Berau, diperintah oleh raja-raja secara bergiliran, turunan Pangeran Tua dan Pangeran Dipati Putera Raja Aji Dilayas yang berlainan ibu. Pada saat menentukan giliran pengangkatan penguasa inilah, terjadi perbedaan pendapat yang tidak jarang menimbulkan insiden. Akan tetapi dengan berkat kemauan yang baik dengan jalan musyawarah perselisihan itu dapat diatasi. Tidak ada cerita lisan ataupun tertulis, salah satu pihak meminta bantuan, apalagi intervensi pihak asing untuk menyelesaikan masalah mereka, seperti yang ditulis oleh penulis Barat antara lain Informasi Forster tahun 1770 di dalam buku “Aanteekeningen Omtrent Een Gedeeite Der Oestkust van Borneo door J. Hagemen Joz 1888 halaman 101.

baca selanjutnya -

Asal mula kerajaan Berau

Asal mula kerajaan Berau                                                                                                           Berdasarkan data-data otentik yang dapat dihimpun dari kedua kerajaan Sambaliung dan Gunung Tabur itu serta naskah-naskah tradisional milik perorangan, berhasil disusun sejarah Berau.
Ringkasannya sebagai ialah
Adapun asal mula Nagri Barrau itu terdiri dari lima Banuwa (Nagri) dan dua kampung.
1, Nagri Marancang. Kepala Nagri atau Orang tuanya bernama Rangga Si Kannik Saludai. Pengarappan atau Punggawanya Bernama Harimau Jantan, Lambu Tunggal dan Kuda Sambarani. Wilayah kekuasaannya dari Bulalung Karantigau, Kubuan Pindda, Mangkapadi, Bulungan Selimbatu, Sekatak Buji, Sekata Jelanjang, Betayu, Sesayap, Simangarris, Tawau, Segarung, Talluk Silam dan Kinabatangan berbatasan dengan Brunei.
2.  Nagri Kuran kepalanya bernama Tumanggung Macan Nagara.
3. Nagri Bulalung, Orang tuanya bernama Angka Yuda, ia mempunyai seorang anak laki-laki bernama Si Kuripan.
4.  Nagri Sawakung di dalam sungai Kelay. Orang Tuanya bernama Si Patungut gelar Kahar Janggi dan Wakilnya Si Balamman gelar Kahar Pahlawan. Wilayahnya Passut, Bandang dan Maras sampai ke Ulu Kelay.
5.  Nagri Pantai. Kepala Nagrinya bernama Rangga Batara. Ia mempunyai seorang puteri yang termasyhur kecerdikannya bernama Si Kannik Barrau Sanipah. Punggawanya Rantai Tumiang, Unjit – Unjit Raja, Panas Karamian dan Ujan Bawari. Wilayah kekuasaannya Buyung-buyung, Semurut, Tabalar, Karang Bassar, Balikkukup, Mataha, Kaniiungan, Talisatan, Dumaring, Batu Putih, Tallauk Sumbang dan Maubar. Perbatasannya dengan Kutai di laut ialah pulau Bira-Biraan Batu Baukir di Tanjung Mangkalihat dan Gunung Bariun di tengah hutan.
6.  Kampung Bunyut Letaknya di Tanjung Batu, Kepalanya Bernama Jaya Pati, mempunyai seorang anak angkat bernama Dayang Bunyut anak Raja Mangindanao.
Ketujuh : Kampung Lati, tempatnya cabang kiri masuk sungai Ulak. Kepalanya Bernama Nini Barituk. Tempat Mereka berkebun di Rantau Petung, sebelah kanan sungai Ulak. Wilayahnya dari Parisau, Sata, Samburakat, Birang, Malinau dan Si Agung.
 wilayah itu, masing-masing berdiri sendiri.
 Orang-orang ini sebangai pemimpin nagri/kampong dan selalu mengadakan hubungan / musyawarah,semua orang tua,pemimpin di tujuh nagri/kampung yang ada di berau sepakat mengangkat seorang pemimpin sebagai Raja mereka. Ada seorang yang sangat menonjol di kalangan mereka, seorang yang bijaksana dan berwibawa, gagah dan tanpan pula. Punya kelebihan dari orang lain yaitu Baddit dipattung.
Dengan demikian baddit dipattung di pilih dan di angkat menjadi raja Berau pertama kira-kira pada akhir abat ke- 13, dengan gelar Aji Surya Nata Kesuma. Kampung lati merupakan pusat pemerintahan kerajaan berau pertama. Karena baddit dipattung dari keluarga Amma Baritu yang merupakan kepala / pimpinan dari kampung lati. 

baca selanjutnya -